Login

Daftar

All Episode

Audio Stream

Podcast
Lagu Indonesia
Podcast
Lagu Mandarin

00 : 00 : 00

Back

TAG Renungan Harian GKY Mangga Besar - Rabu, 19 November 2025

Tuhan Adalah Gembalaku


Pengkhotbah 7:13-22

Hikmat yang benar (part 2)


Mengejar hikmat bukan berarti mengejar kesempurnaan, melainkan hidup dalam kerendahan hati. Pada akhirnya, hikmat menuntun kita kepada Allah, bukan kepada diri sendiri.


Pernahkah kita merasa sudah melakukan hal yang benar, tetapi ternyata yang kita lakukan itu salah?


Misalnya, saat kita mengerjakan ujian di sekolah, kita merasa yakin dengan jawaban kita. Kita maju dan menyerahkan jawaban tersebut kepada guru. Lalu, kita pergi dengan semringah.


Saat mendapatkan hasilnya, di luar ekspektasi kita, seharusnya bagus kenyataannya tidak sebagus itu. Teman kita yang ragu, malah mendapatkan hasil yang lebih baik dari kita.


Bukan hanya dalam konteks sekolah, hal ini bisa juga terjadi dalam konteks lainnya. Seperti pekerjaan, rumah tangga, atau kehidupan sosial.


Di dalam kehidupan berhikmat, kita belum tentu benar-benar hidup berhikmat. Kita merasa sudah hidup dengan hikmat. Akan tetapi, kenyataannya belum.


Kita merasa sudah mengupayakan hikmat di dalam kehidupan kita. Ternyata, bukan itu berhikmat yang dimaksud oleh Firman Tuhan.


Pengkhotbah 7:13-22


13 Perhatikanlah pekerjaan Allah! Siapakah dapat meluruskan apa yang telah dibengkokkan-Nya?


14 Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang ini pun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya.


15 Dalam hidupku yang sia-sia aku telah melihat segala hal ini: ada orang saleh yang binasa dalam kesalehannya, ada orang fasik yang hidup lama dalam kejahatannya.


16 Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri?


17 Janganlah terlalu fasik, janganlah bodoh! Mengapa engkau mau mati sebelum waktumu?


18 Adalah baik kalau engkau memegang yang satu, dan juga tidak melepaskan yang lain, karena orang yang takut akan Allah luput dari kedua-duanya.


19 Hikmat memberi kepada yang memilikinya lebih banyak kekuatan dari pada sepuluh penguasa dalam kota.


20 Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa!


21 Juga janganlah memperhatikan segala perkataan yang diucapkan orang, supaya engkau tidak mendengar pelayanmu mengutuki engkau.


22 Karena hatimu tahu bahwa engkau juga telah kerapkali mengutuki orang-orang lain.


Pengkhotbah mendorong pembacanya untuk hidup berhikmat. Namun, terkhusus bagian ini, Pengkhotbah hendak menyampaikan bahwa kita bisa menyalahpahami maksud dari hidup berhikmat.


Ada dua kesalahpahaman yang bisa kita miliki, yaitu:

1. Memiliki hikmat bukan berarti memiliki kemampuan untuk menjadikan segala sesuatu di dalam hidup kita tanpa masalah.


Memiliki hikmat bukan berarti kita menjadi seperti Tuhan. Kita bisa mengontrol segala sesuatu di dalam hidup kita.


Pengkhotbah 7:13b


13 …Siapakah dapat meluruskan apa yang telah dibengkokkan-Nya?


Ayat ini adalah pertanyaan retorika, yang ingin mengingatkan bahwa kita tidak dapat mengubah rancangan Allah seberapa dalam kerohanian atau berhikmatnya kita


Pada ayat 14, dijelaskan bahwa baik hari mujur, maupun malang, semua adalah hari yang baik di hadapan Tuhan.


Pengkhotbah ingin menghilangkan cara berpikir bahwa hidup baik artinya sama dengan hidup berhikmat. Jika nasib kita buruk, maka kita kurang berhikmat.


Pada kenyataannya, banyak orang di sekitar kita yang hidupnya jauh dari Tuhan tetapi berkelimpahan. Ada orang yang mengasihi Tuhan, tapi hidupnya penuh dengan pergumulan.


Menjalani hidup dengan hikmat, bukan berarti kita bisa mengubah itu semua.


2. Memilki hikmat bukan berarti hidup di dalam kesombongan rohani.


Ayat 16-18 memberikan kesan membingungkan. Apa maksud dari jangan terlalu saleh tetapi juga jangan terlalu fasik? Apakah artinya kita boleh berkompromi dengan dosa?


Hal ini perlu dimengerti secara hati-hati. Jangan terlalu saleh berarti jangan sampai kita merasa diri lebih berhikmat dan lebih rohani, daripada orang lain.


Jangan terlalu fasik bukan berarti mengizinkan dosa kecil dalam kehidupan kita. Melainkan, kita harus menjaga kehidupan yang rentan terhadap dosa, dapat lebih dikendalikan.


Bayangkan kita hidup di dalam sebuah ketegangan. Kita berjalan di tengah dari dua sisi ekstrim.


Satu sisi kita menjaga diri agar tidak jatuh di dalam kesombongan rohani. Satu sisi lainnya, kita perlu menjaga natur dosa kita agar tidak berkembang tanpa kendali.


Hidup berhikmat berarti memiliki kerendahan hati untuk menyadari bahwa kita lemah, bergumul, dan membutuhkan pertolongan Tuhan setiap hari.


Hikmat mungkin tidak kelihatan hebat. Hikmat bukan sihir yang bisa mengubah hidup kita. Bukan juga kekuatan yang membuat kita menjadi seperti Tuhan, mampu mengontrol segala sesuatu.


Pesan Firman Tuhan bagi kita

1. Hikmat seperti cahaya kecil, yang mungkin tidak menawan, bahkan sederhana. Namun, sanggup menuntun kita untuk berjalan dan melangkah dalam iman.


Pengkhotbah berkata bahwa hikmat memberi kekuatan kepada orang bijak, lebih dari pada sepuluh penguasa dalam kota.


Saat kita hidup berhikmat, kita membuka diri untuk dipimpin oleh Allah. Hal ini memberikan kekuatan dan kelegaan, sekalipun kita masih hidup sebagai orang yang rentan jatuh ke dalam dosa.


2. Mari dengan kerendahan hati, kita memohon Tuhan memampukan kita, menyatakan hikmat-Nya kepada kita.


Biarlah hikmat Tuhan menuntun kita bukan untuk menjadi orang hebat. Melainkan, menjadi orang yang sadar bahwa kita membutuhkan Tuhan.


Doakan dan renungkan


* Perhatikanlah pekerjaan Allah! Siapakah dapat meluruskan apa yang telah dibengkokkan-Nya?


* Pertanyaan retorika, yang mengingatkan bahwa kita tidak dapat mengubah rancangan Allah, walau kita sangat berhikmat.


RancanganNya sempurna