Audio Stream
00 : 00 : 00

Tuhan Adalah Gembalaku
Pengkhotbah 7:1-12
Hikmat Yang Benar (Part 1).
Meskipun kematian itu menyeramkan tapi bisa menjadi sahabat yang baik bagi kita, dapat mengingatkan akan arti kehidupan dan siapa sebenarnya kita di hadapan Tuhan.
Di dalam kehidupan yang rapuh ini, kita membutuhkan anugerah Tuhan untuk menolong kita menjalani kehidupan yang sementara ini.
Apa yang biasanya kita lakukan ketika berada dalam sebuah keadaan tertekan atau kita merasa begitu lelah?
Biasanya di dalam keadaan-keadaan seperti itu kita akan mencari semacam pelarian, misalnya belanja di aplikasi di HP kita, atau nonton berjam-jam, bermain game, atau pergi liburan.
Makanya belakangan ini ada satu istilah yang cukup populer yaitu healing.Healing tidak hanya berarti sebagai penyembuhan, tetapi juga sebagai aktivitas jalan-jalan atau traveling, karenaitu biasanya memberikan rasa senang.
Apakah healing itu baik? Wah, tentu saja baik, karena kehidupan kita itu bukan selalu tentang bekerja, kehidupan kita itu juga tentang beristirahat.
Di samping itu kita harus punya sebuah kesadaran bahwa seringkali pelarian itu tidak pernah menjadi solusi terbaik dari pergumulan hidup yang kita lewati.
Kadang-kadang ketika kita melakukan pelarian, kita justru akan merasa bahwa kita semakin butuh lebih banyak pelarian, tidak jarang pelarian itu hanya membawa kita kepada sebuah pengalaman bahagia yang sifatnya sementara.
Sama seperti sebuah kembang api ketika dinyalakan, indah, tetapi pengalaman itu hanya sementara dan sekejap, setelah itu ya tidak ada lagi, pelarian pun seringkali demikian.
Pelarian itu membawa kita kepada sebuah perasaan bahagia, tetapi tidak pernah mengubah realitas hidup kita yang penuh dengan pergumulan, kerapuhan, dan kesulitan.
Hari ini bersama dengan Pengkhotbah, kita akan bersama-sama melihat bahwa ketimbang terjebak di dalam kebahagiaan yang semu lebih baik kita menghadapi kenyataan hidup dengan iman dan hikmat.
Pengkhotbah 7:1-12
1 Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran.
2 Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya.
3 Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega.
4 Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria.
5 Mendengar hardikan orang berhikmat lebih baik dari pada mendengar nyanyian orang bodoh.
6 Karena seperti bunyi duri terbakar di bawah kuali, demikian tertawa orang bodoh. Ini pun sia-sia.
7 Sungguh, pemerasan membodohkan orang berhikmat, dan uang suap merusakkan hati.
8 Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya. Panjang sabar lebih baik dari pada tinggi hati.
9 Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh.
10 Janganlah mengatakan: "Mengapa zaman dulu lebih baik dari pada zaman sekarang?" Karena bukannya berdasarkan hikmat engkau menanyakan hal itu.
11 Hikmat adalah sama baiknya dengan warisan dan merupakan suatu keuntungan bagi orang-orang yang melihat matahari.
12 Karena perlindungan hikmat adalah seperti perlindungan uang. Dan beruntunglah yang mengetahui bahwa hikmat memelihara hidup pemilik-pemiliknya.
Dalam bagian ini, Pengkhotbah mendasarkan tulisan dan pemikirannya itu pada satu konsep yaitu kematian.
Dari ayat 1-4 Pengkhotbah berkata bahwa kematian itu adalah sesuatu yang baik. Loh, kok bisa begitu? Kok ada orang yang berpikir bahwa kematian itu sesuatu yang baik?
Waktu saya masih kecil, saya enggak suka pergi yang namanya ke rumah duka, karena bagi saya rumah duka itu sesuatu yang menakutkan dan menyeramkan.
Saya yang masih kecil itu jadi susah tidur, maka dari itu saya gak suka dengan ide kematian, dan rumah duka, tetapi Pengkhotbah justru melihat kematian itu melalui perspektif yang berbeda.
Dalam Pengkhotbah 7:2, kematian digambarkan lebih baik daripada hari kelahiran.
Hari kelahiran itu memang penuh dengan kegembiraan, tetapi seperti kata seorang penulis, David Gibson,kelahiran itu menyingkapkan potensi atau kemungkinan, sedangkan hari kematian itu menyingkapkan pemenuhan.
Ketika ada seorang bayi yang baru lahir, orang-orang pasti akan bilang, "Wah, semoga anak ini jadi anak yang baik, semoga dia jadi anak yang taat, semoga dia jadi anak yang cinta Tuhan dan cinta keluarga."
Ini akan berbeda, ketika kita datang ke pemakaman kita akan lebih sering mendengar orang berkata, "Dia ini orang yang baik, sabar, suka memberi atau dia orang yang pemarah, dan lain sebagainya.”
Nah, karena kematian itu adalah sebuah pemenuhan atau kesimpulan dari sebuah kehidupan, makaPengkhotbah berkata bahwa kematian itu adalah guru yang baik.
Peti mati itu mengajarkan kita bahwa hidup itu singkat dan juga bagaimana kita hidup, itu menentukan bagaimana kita memaknai hidup yang Tuhan berikan.
Pengkhotbah 7:5-6 menekankan bahwa hidup yang mengejar kesenangan dan pelarian itu sia-sia,itu hanya akan membuat hidup kita terasa kosong.
Kesenangan itu bukan sesuatu yang buruk, tetapi ketika kita mencari kesenangan dan pelarian, maka hidup kita itu tidak akan berarti.
Apalagi ketika kita menjadikan kesenangan itu sebagai satu-satunya yang mengisi kekosongan atau kehausan terdalam kita.
Pengkhotbah mengajak kita untuk menjalani hidup yang real apa adanya, kehidupan yang tidak selalu diisi dengan kegembiraan, dengan tawa, tetapi juga dengan air mata, dengan konflik, dengan kekhawatiran, dan lain sebagainya.
Bagaimana caranya kita menjalani kehidupan yang real dan apa adanya?Yaitu dengan hidup berhikmat, seperti yang dikatakan dalam Pengkhotbah 7: 11- 12.
Pengkhotbah ayat 7-10 memberikan 2 contoh konkret hidup yang berhikmat, yaitu:
1. Hidup berhikmat artinya belajar untuk hidup dengan rasa cukup (Ayat 7).
Ketika kita berusaha untuk mengumpulkan atau mendapatkan uang sebanyak-banyaknya karena kita merasa tidak cukup, bahkan kita sampai menghalalkan segala cara, kita justru sebenarnya sedang merusak hati dan hidup kita.
Untuk itu kita perlu belajar hidup dengan rasa cukup.
2. Hidup berhikmat artinya belajar untuk sabar (Ayat 8 -10).
Pengkhotbah 7:8a
8 Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya.
Ketika kita belajar untuk menantikan waktu Tuhan meskipun kadang-kadang meresahkan dan membosankan, kita justru akan menemukan sukacita yang nyata.
Kesabaran itu juga berarti memiliki pengendalian diri yang baik, sebab ketika kita cepat marah, kita justru kehilangan kontrol atas diri kita.
Kita menjadi orang yang bodoh dan mempertanyakan hal-hal yang sebetulnya tidak memberikan manfaat apapun seperti pertanyaan di ayat ke-10.
Pada akhirnya menghidupi realita hidup dengan hikmat mungkin tidak akan membuat kita diliputi rasa bahagia atau rasa senang setiap hari, namun seperti kata Pengkhotbah:
1. Hikmat akan memelihara hidup pemiliknya dan menolong kita untuk hidup sebagai pribadi yang dewasa, bahkan menjadi kesaksian dari Allah yang hidup.
2. Sukacita yang sejati adalah ketika hidup kita dijalani dengan iman dan hikmat.
Doakan dan renungkan
* Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia.
* Peti mati mengajarkan pada kita bahwa hidup itu singkat dan bagaimana kita memaknai hidup yang Tuhan berikan. Hendaknya orang hidup memperhatikannya.
Hikmat Peti Mati