Login

Daftar

All Episode

Audio Stream

Podcast
Lagu Indonesia
Podcast
Lagu Mandarin

00 : 00 : 00

Back

TAG Renungan Harian GKY Mangga Besar - Senin, 17 November 2025

Tuhan Adalah Gembalaku


Pengkotbah 6:7-12


Kekayaan yang sia-sia (part 3)


Setiap manusia adalah makhluk yang rindu dan haus; di mana ada kehausan yang dalam yang dialami yang tidak dapat dijawab, dan tidak dapat dipuaskan selain oleh Allah Pencipta manusia itu sendiri.


Tidak ada satu pun hal di dalam dunia yang sanggup mengisi kehausan itu.


Setiap hari kita pasti mengalami yang namanya rasa haus. Ketika kita beraktivitas, bekerja, bergerak, dan metabolism tubuh kita bekerja, kita otomatis merasa haus dan membutuhkan cairan untuk menghidrasi tubuh kita.


Ketika rasa haus itu muncul, sering kali minuman yang kita cari itu adalah minuman-minuman yang manis.


Memang kelihatannya minuman yang manis itu menarik, tetapi menariknya ketika kita minum minuman itu, kita justru malah akan semakin merasa haus.


Ketika dikonsumsi, kandungan gula yang tinggi di dalam minuman tersebut, justru membuat tubuh harus bekerja lebih keras untuk menyeimbangkan kadar gula darah, dan cairan tubuh malah semakin cepat terbuang.


Kita yang awalnya berharap untuk dipuaskan, justru semakin merasa kurang, semakin merasa haus. Padahal air putih yang kelihatannya jauh lebih sederhana, itulah justru yang kita butuhkan.


Apa yang selama ini kita cari untuk memuaskan dahaga dalam hati kita? Selama ini kita pikir kekayaan yang melimpah, rencana yang sepenuhnya terkendali, lalu kemudian kenikmatan yang tidak terbatas itu bisa mengatasi kehausan terdalam yang kita alami.


Tetapi sering kali semakin kita menjadikan hal-hal tersebut sebagai pemuas dan jawaban dari kerinduan kita. Kita justru semakin merasa kurang, semakin merasa bahwa ada yang kosong di dalam hidup kita.


Di dalam hati manusia itu ada semacam lubang yang hanya bisa diisi oleh Allah saja. (penulis Blaise Pascal)


Ketika kita mengisinya dengan hal-hal yang lain selain Allah, kita justru akan semakin merasa kosong, semakin merasa kurang.


Hanya Allah saja yang bisa memenuhi kerinduan terdalam, kehausan terdalam di dalam hati kita.


Pengkotbah 6:7-12 (TB2)


7 Segala jerih payah manusia hanya untuk mulutnya, namun ia tidak pernah merasa puas.


8 Sebab apa keuntungan orang berhikmat dibandingkan dengan orang bodoh? Apa keuntungan orang miskin yang tahu berperilaku di hadapan orang?


9 Lebih baik yang sudah tampak di depan mata daripada menuruti nafsu. Ini pun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.


10 Apa pun yang ada, sudah lama disebut namanya dan siapa manusia, sudah diketahui. Ia tidak dapat beperkara dengan yang lebih kuat daripadanya.


11 Sesungguhnya, makin banyak kata-kata, makin banyak kesia-siaan. Apakah faedahnya untuk manusia?


12 Sebab, siapakah yang mengetahui apa yang baik bagi manusia sepanjang hari-hari hidupnya yang pendek, yang ditempuhnya seperti bayangan? Siapakah yang dapat mengatakan kepada manusia apa yang akan terjadi di bawah matahari sesudah dia?


Ketika Pengkotbah berkata bahwa:“Segala jerih payah manusia hanya untuk mulutnya”artinya Tuhan sebetulnya menyediakan berkat-berkat jasmani untuk menopang hidup kita.


Makanan, uang, hiburan itu Tuhan sediakan untuk menjaga kehidupan kita agar tetap berjalan. Tetapi semua itu tidak bisa memenuhi kerinduan terbesar/terdalam di dalam hati manusia.


Masalahnya manusia itu sering kali menempatkan berkat-berkat jasmani sebagai sesuatu yang paling berharga di dalam kehidupannya.


Seolah-olah berkat-berkat jasmani ini bisa memberikan rasa aman, rasa puas yang sempurna, rasa puas yang sejati, kedamaian, dan lain sebagainya.


Kenyataannya kerinduan terdalam manusia tidak pernah dipenuhi hanya melalui berkat-berkat jasmani saja. Itulah mengapa di akhir ayat ke-7 Pengkotbah berkata bahwa: “Manusia tetap tidak pernah puas.”


Dia tetap akan merasa bahwa hidupnya ini tidak akan ada artinya. Hidupnya itu selalu ada yang kurang dan menginginkan lebih.


Ini bisa terjadi kepada siapa pun mulai dari orang bijak, dan orang yang bahkan miskin yang pandai menempatkan dirinya di hadapan orang lain, seperti yang dikatakan Pengkotbah di ayat ke-8.


Ketika kita melihat berkat jasmani sebagai pemberi makna/sesuatu yang paling penting di dalam kehidupan kita.


Kita hanya hidup seperti orang buta, tidak bisa melihat bahwa berkat-berkat yang Tuhan berikan ini hanyalah sesuatu yang Tuhan berikan untuk menopang kehidupan kita, untuk memelihara kehidupan kita.


Di ayat ke-9 Pengkotbah seolah-olah ingin berkata bahwa manusia seharusnya melihat berkat-berkat itu sebagaimana adanya dia disediakan oleh Tuhan.


Itu bukan Tuhan yang memberikan kita kelegaan dan kepuasan yang sebenarnya; berkat-berkat jasmani itu bukan Tuhan.


Pada akhirnya memang semua masalah itu selalu berasal dari dalam hati kita. Ketika yang ada di dalam hati kita bukan Tuhan, kita itu hanya seperti seekor hamster yang berlari disebuah roda putar.


Kita seolah-olah berlari, tetapi sebetulnya kita justru tidak mendapatkan apa-apa. Ironis ya! Tetapi faktanya itulah yang terjadi sering kali kepada setiap kita.


Pengkotbah mengajak kita untuk menjalani hidup yang bijak, bukan yang sia-sia. Pengkotbah menyadari bahwa hidup manusia itu terbatas dan waktu manusia untuk hidup itu sangat pendek.


Apa artinya hidup dengan bijak? Hidup dengan bijak artinya hidup dan melihat dunia dengan perspektif Allah, dengan kacamata Tuhan dan menyadari bahwa kita ini terbatas.


Melihat bahwa berkat jasmani itu adalah pemberian Tuhan untuk hidup kita, bukan pemuas dari kerinduan kita.


Sebaliknya menjalani hidup yang sia-sia itu berarti memaksa keluar dari desain Allah dan membiarkan diri kita untuk masuk di dalam pengejaran yang sia-sia.


Di dalam rancangan Tuhan, hati manusia akan selalu gelisah sampai ia menemukan perhentiannya di dalam Tuhan. (penulis Agustinus)


Apakah kita lelah dengan kesia-siaan dan hidup yang selalu haus, hidup yang selalu hampa?


Maukah kita hidup dan menjalani apa yang Tuhan berikan di dalam hidup ini dengan ketenangan dan kepuasan?


Pesan Firman Tuhan bagi kita:


1. Mari kita belajar untuk membiarkan hidup kita diisi dan dipimpin oleh Tuhan sepenuhnya.


Bukan hanya menjadi yang nomor satu, tetapi yang satu-satunya.


Yesus pernah berkata bahwa:“Dialah roti hidup, Dia adalah air hidup.”Maka hanya Tuhan saja yang bisa memberikan kita kepuasan yang sejati, hanya Dia saja yang bisa memberikan kita kedamaian.


2. Ketika hanya Dia yang sungguh-sungguh bertahta di dalam hidup kita, maka di situlah kita dapat menemukan kedamaian.


Doakan dan renungkan


* Agustinus pernah menulis,”Di dalam rancangan Tuhan, hati manusia akan selalu gelisah sampai ia menemukan perhentiannya di dalam Tuhan.”


* Ketika hanya Tuhan yang sungguh-sungguh bertahta di dalam hidup kita, di situlah kita dapat menemukan kedamaian.


Tak mau hidup gelisah