Audio Stream
00 : 00 : 00

Tuhan Adalah Gembalaku
Pengkhotbah 3:16-22
Kekayaan yang sia-sia (part 2)
Ada banyak hal di dalam kehidupan yang kita anggap bisa memberikan kita kepuasan tetapi semakin kita mengejarnya kita justru semakin kehilangan sukacita.
Tuhan rindu agar kita menikmati hidup ini dengan rasa syukur.
Pernahkah saudara ketika sedang menyetir atau sedang menumpang di dalam sebuah mobil lalu melihat ada genangan air di aspal atau jalan yang sedang ditempuh.
Tetapi semakin saudara mendekat kearah genangan air tersebut ternyata genangan air itu tidak ada.
Fenomena ini dikenal sebagai Fatamorgana yaitu sebuah ilusi optik yang terjadi karena cahaya itu dibelokkan oleh udara panas yang menimbulkan pantulan dari langit yang membuat mata kita itu seolah-olah melihat air, padahal sebetulnya air itu tidak ada.
Ini juga sering terjadi di padang gurun yang panas ketika ada orang-orang yang mencoba untuk mendapatkan air, mereka melihat genangan air tetapi ketika mereka mendekatinya air itu tidak ada.
Sering kali di dalam hidup, kita juga terjebak pada pengejaran yang sia-sia.
Ketika kita menghabiskan waktu kita untuk menggapai sesuatu yang dapat membahagiakan kita, kita justru terjebak di dalam pengejaran yang tidak artinya.
Di tengah kondisi ekonomi yang sulit, salah satu yang seringkali menjadi target pengejaran kita adalah harta yang tidak terbatas.
Ketika kita mulai bergumul, harga kebutuhan makin lama makin mahal, kebutuhan hari tua makin tinggi, biaya sekolah anak-anak makin mahal dan lain sebagainya.
Kita akhirnya berusaha untuk mengamankan hidup kita dengan mengusahakan kekayaan materi sebanyak-banyaknya.
Apakah bekerja utk mendapatkan uang itu salah? Tentu saja tidak!
Tetapi kita harus selalu berhati-hati supaya kita tidak jatuh di dalam pengejaran yang sia-sia, meskipun kita harus bertanggung jawab dengan hidup yang Tuhan berikan.
Pengkhotbah 6:1-6
1 Ada suatu kemalangan yang telah kulihat di bawah matahari, yang sangat menekan manusia:
2 orang yang dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sehingga ia tak kekurangan suatu pun yang diingininya, tetapi orang itu tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya, melainkan orang lain yang menikmatinya! Inilah kesia-siaan dan penderitaan yang pahit.
3 Jika orang memperoleh seratus anak dan hidup lama sampai mencapai umur panjang, tetapi ia tidak puas dengan kesenangan, bahkan tidak mendapat penguburan, kataku, anak gugur lebih baik dari pada orang ini.
4 Sebab anak gugur itu datang dalam kesia-siaan dan pergi dalam kegelapan, dan namanya ditutupi kegelapan.
5 Lagipula ia tidak melihat matahari dan tidak mengetahui apa-apa. Ia lebih tenteram dari pada orang tadi.
6 Biarpun ia hidup dua kali seribu tahun, kalau ia tidak menikmati kesenangan: bukankah segala sesuatu menuju satu tempat?
Bagi Pengkhotbah, orang yang tidak bisa menikmati harta kekayaan dan materi yang dia miliki, adalah orang-orang yang mengalami kesia-siaan dan penderitaan yang pahit.
Bisakah orang yang tidak pernah sakit-sakitan, kaya luar biasa kemudian mengalami ketidakpuasan di dalam hidupnya? Sangat bisa!
Pengkhotbah 6:3 mengatakan bahwa, bahkan orang dengan seratus anak dan umur yang panjang bisa saja tidak mengalami kepuasan.
Zaman dulu tolak ukur dari kebahagiaan adalah umur yang panjang dan anak yang banyak. Tetapi orang yang memiliki inipun kata Pengkhotbah bisa saja tidak mengalami kepuasan di dalam hidupnya.
Bahkan Orang yang di mata dunia paling bahagia sekalipun bisa saja tidak mengalami kepuasan dengan kelimpahan yang dia miliki.
Hidupnya bisa aja dianggap tidak bernilai sama seperti gambaran orang yang mati tetapi tidak mendapatkan penguburan atau penghormatan.
Pengkhotbah 6:3-5 membandingkan orang yang tidak bisa menikmati hidupnya dengan bayi yang gugur.
Orang yang tidak bisa menikmati hidupnya lebih malang daripada bayi yang gugur. Bayi yang gugur dikatakan jauh lebih tentram daripada orang seperti ini.
Meskipun seperti apa yang diucapkan oleh Pengkhotbah di ayat ke 4 & 5 mereka tidak melihat matahari dan namanya ditutupi kegelapan atau dengan kata lain tidak memiliki keturunan di dalam kehidupannya.
Kenapa orang yang hidup berkelimpahan tidak mengalami sukacita? Karena hati manusia dengan keadaan apapun itu sangat bisa selalu merasa tidak cukup.
Ketika yang ada di dalam pikiran kita adalah keinginan untuk mengejar harta yang tidak ada batasnya, kita bisa jatuh kedalam ketamakan dan pengejaran yang hampa sehingga kita selalu merasa kurang.
Ketidaksanggupan kita untuk menikmati berkat Tuhan sering kali terjadi bukan karena berkat Tuhan yang terlalu sedikit.
Tetapi karena kita sering kali tidak belajar untuk bersyukur dan menikmati apa yang Tuhan berikan.
Ketamakan tidak akan menghasilkan apa-apa.
Didalam Lukas 12:15 Yesus berkata: “Berjaga-jagalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seseorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.”
Pesan Firman Tuhan bagi kita:
1. Kita perlu belajar untuk memiliki rasa cukup.
Memiliki rasa cukup bukan berarti menjadi orang yang bermalas-malasan, tetapi bersyukur atas apa yang Tuhan berikan.
Menikmati apa yang Tuhan percayakan dan terus bekerja sambil meyakini bahwa Tuhan akan selalu mencukupkan kebutuhan kita.
Kekayaan materi atau harta yang Tuhan berikan seharusnya membuat kita lebih dekat kepada sang Pemberi berkat, bukan justru menjauh daripada-Nya dan kehilangan sukacita.
Segala sesuatu yang kita peroleh itu adalah pemberian Allah yang semestinya kita nikmati dengan rasa syukur.
2. Mari memohon dan meminta agar Tuhan menolong kita keluar dari pengejaran yang sia-sia, memandang kepada Allah dan menikmati apa yang Tuhan berikan.
Doakan dan renungkan
* Sering kali di dalam hidup, kita terjebak pada pengejaran yang sia-sia. Kita menghabiskan waktu menggapai sesuatu untuk membahagiakan hidup kita.
* Keinginan untuk mengejar harta, lebih dan lebih, membuat kita jatuh kedalam pencobaan dan pengejaran yang hampa.
Pentingnya Rasa Cukup