Audio Stream
00 : 00 : 00

Tuhan Adalah Gembalaku
Pengkotbah 4:13-16
Pentingnya Dukungan dalam Hidup; Part 2
Setiap kita yang dipercayakan untuk menjadi pemimpin diberikan tanggung jawab lebih oleh Tuhan, untuk belajar rendah hati dan mendengarkan orang lain.
Sebab memiliki hikmat lebih baik daripada mengandalkan kekuasaan dan kewenangan kita, sebagai pemimpin.
Saudara yang sudah memilikigadgetdari sekitar 15 atau 20 tahun lalu, mungkin masih mengingat telepon genggam, yang mereknya ramai disebutkan orang-orang pada waktu itu dan viral pada zamannya, yaitu antara merek Nokia atau Blackberry.
Pada saat itu, orang-orang sangat menyukai merek itu, banyak yang menggunakan dan memanfaatkannya.
Tetapi jika kita lihat zaman sekarang, kedua merk tersebut sudah dilupakan, dan bahkan sudah tidak banyak yang mencarinya lagi.
Begitu pula dengan kehidupan kita. Sekalipun mungkin, saat ini kita adalah seseorang yang terkenal, atau mungkin pemimpin yang terkenal, tetapi masa itu akan berlalu. Tidak ada jabatan atau kekuasaan yang berlaku kekal.
Pengkotbah 4:13-16 Pentingnya Dukungan dalam Hidup
13 Lebih baik seorang muda miskin tetapi berhikmat dari pada seorang raja tua tetapi bodoh, yang tak mau diberi peringatan lagi.
14 Karena dari penjara orang muda itu keluar untuk menjadi raja, biarpun ia dilahirkan miskin semasa pemerintahan orang yang tua itu.
15 Aku melihat semua orang yang hidup di bawah matahari berjalan bersama-sama dengan orang muda tadi, yang akan menjadi pengganti raja itu.
16 Tiada habis-habisnya rakyat yang dipimpinnya, namun orang yang datang kemudian tidak menyukai dia. Oleh sebab itu, ini pun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
Masih dalam proses pencarian makna kehidupan dari Pengkotbah. Melalui pembacaan hari ini, Pengkotbah mengajak kita untuk belajar dari kehidupan politik.
Pengkotbah sedang membandingkan orang muda dan miskin tetapi berhikmat, dengan seorang tua yang bodoh, yang tidak lagi mau mendengarkan masukan.
Pada awalnya, ia mengatakan, bahwa lebih baik bagi seorang muda, yang miskin tapi berhikmat.
Ia juga melanjutkan, bahwa orang muda itu akan keluar dari penjara untuk menjadi raja. Kemudian ia juga melihat, bahwa kehidupan orang muda itu akhirnya menjadi pengganti raja.
Tetapi di ayat terakhir dari pasal 4, menyatakan, bahwa Pengkotbah menyadari rakyat yang dipimpin itu tidak ada habis-habisnya, selalu akan ada orang lain, bahkan ada orang yang datang kemudian dan tidak menyukainya.
Di ayat 13, Pengkotbah sedang mengingatkan kita, untuk tetap belajar mendengarkan masukan dan peringatan orang lain.
Istilahnya, sia-sialah ketika kita menjadi pemimpin, tetapi tidak pernah mau mendengarkan masukan dari rakyat atau orang lain. Dan tidak ada yang baik bagi seorang pemimpin yang mau hidup bagi dirinya sendiri.
Amsal14: 28 Kumpulan Amsal Salomo
Dalam besarnya jumlah rakyat terletak kemegahan raja, tetapi tanpa rakyat runtuhlah pemerintah.
Orang yang tidak mau mendengarkan orang lain, sama saja seperti orang yang tidak memiliki siapa pun untuk bisa mengikutinya, atau dipimpin olehnya. Semua itu akan berujung pada kesia-siaan pemimpin itu.
Ini menandakan, bahwa pemimpin yang baik haruslah berhikmat, mau mendengarkan pandangan orang lain, untuk memajukan kehidupan bersama.
Satu sisi memang kita harus memiliki hikmat, ketika kita dipercayakan oleh Tuhan menjadi seorang pemimpin.
Di ayat 14-16, ketika Pengkotbah melihat pada kehidupan orang muda, yang kemudian menggantikan raja, awalnya ia dinilai berhikmat, dan ia memimpin rakyatnya. Tetapi, tetap saja ada orang yang tidak menyukainya.
Mungkin istilahnya, di masa kita sedang ada pemimpin yang kita agung-agungkan saat ini. Tetapi kemudian, pada tahun-tahun yang akan datang, pemimpin itu juga akan berlalu dan tidak diingat-ingat lagi.
Hal ini menyadarkan kita, bahwa kita tidak akan pernah bisa bergantung kepada popularitas, kekuasaan, dan kepada hikmat manusia. Karena sekali lagi, ini pun adalah usaha yang sia-sia dan usaha mencari angin.
Apa pun yang kita gapai, semuanya fana dan akan berakhir pada waktunya.
Tanpa saudara bagaimana kita bisa hidup. Pada bagian ini, Pengkotbah memang belum mencantumkan apa-apa, tentang langkah seperti apa yang harus kita lakukan.
Karena Pengkotbah masih menyoroti tentang kesia-siaan hidup yang terjadi.
Tetapi satu hal yang bisa kita yakini, bahwa hidup kita tidak bisa bergantung pada jabatan ataupun sisi kita, karena itu semua akan berlalu.
Pesan firman Tuhan bagi kita:
1. Mari kita bersandar pada hikmat Allah di dalam segala hal, yang Allah percayakan kepada kita, yang kita pakai semuanya itu, untuk hidup serupa dengan yang Allah inginkan.
Ketika kita dipercayakan Allah untuk memimpin, baik di dalam rumah tangga, dalam pekerjaan, sekolah, atau di gereja,
maka kita kembali diajak untuk melihat, apakah selama ini kita lebih sering mendengar kebijaksanaan sendiri, daripada rendah hati menerima masukan dari orang lain?
2. Sebagai pemimpin, kita perlu hidup berhikmat, belajar mendengar, rendah hati, dan harus senantiasa bergantung kepada hikmat Allah.
Mari, kita belajar untuk mendengar daripada memerintah, dan belajar untuk rendah hati daripada semena-mena.
Dan kita tidak bisa bertindak dan mengambil keputusan dengan hanya mengandalkan hikmat manusia saja.
Hikmat kita sebagai manusia begitu terbatas. Karena itu, kita harus senantiasa bergantung kepada hikmat Allah, untuk menunjukkan kepada kita, bagaimana kita harus berbuat, bersikap dan mengambil keputusan.
Biarlah di dalam peran kita, hanya kepada Allah saja, kita mengabdi, dan hanya untuk Allah sajalah, seluruh kehidupan kita.
Doakan dan renungkan
* Lebih baik seorang muda miskin tetapi berhikmat dari pada seorang raja tua yang tak mau diberi peringatan lagi.
* Ketika kita dipercayakan Allah untuk memimpin; rumah tangga/pekerjaan/sekolah atau gereja, apakah kita masih menerima masukan dari orang lain?
Hikmat dari mendengar