Login

Daftar

All Episode

Audio Stream

Podcast
Lagu Indonesia
Podcast
Lagu Mandarin

00 : 00 : 00

Back

TAG Renungan Harian GKY Mangga Besar - Selasa, 11 November 2025

Tuhan Adalah Gembalaku

Pengkhotbah 4:1-6

Semua Bernasib Sama (Part 2).


Ketika kita berjerih lelah begitu keras dalam dunia ini, seringkali kita hanya menjumpai kelelahan dan ketidakpuasan, sebaliknya ketika kita tidak bekerja sama sekali kita pun tidak memperoleh apa-apa.


Oleh karena itu, hidup kita seharusnya menikmati kecukupan dan kedamaian yang Tuhan berikan kepada kita.


Kita mungkin pernah membaca berita tentang kasus pembunuhan terhadap kaum-kaum yang lemah, anak-anak, perempuan atau lansia.


Juga pernah membaca dan melihat berita tentang seseorang wanita atau mungkin sekumpulan wanita yang dilecehkan.


Seringkali pihak-pihak yang lemah ini tidak ada yang bela, terkadang dalam proses pengadilan pun keadilan tidak berpihak kepada mereka yang lemah, tapi bagaimana tanggapan kita ketika kita mendengar berita-berita seperti ini?


Apakah kita marah atau frustrasi terhadap ketidakadilan yang terus marak terjadi?


Mungkin kita bertanya-tanya, kenapa mereka yang tertindas tidak Tuhan perhatikan dan tidak Tuhan tolong?


Pada kenyataannya inilah kehidupan yang telah jatuh dalam dosa dan inilah dunia yang kita diami.


Pengkhotbah telah mengalaminya terlebih dahulu semua kejahatan ini dan memberi nilai terhadapnya melalui perikop yang akan kita baca hari ini:


Pengkhotbah 4:1-6


1 Lagi aku melihat segala penindasan yang terjadi di bawah matahari, dan lihatlah, air mata orang-orang yang ditindas dan tak ada yang menghibur mereka, karena di fihak orang-orang yang menindas ada kekuasaan.


2 Oleh sebab itu aku menganggap orang-orang mati, yang sudah lama meninggal, lebih bahagia dari pada orang-orang hidup, yang sekarang masih hidup.


3 Tetapi yang lebih bahagia dari pada kedua-duanya itu kuanggap orang yang belum ada, yang belum melihat perbuatan jahat, yang terjadi di bawah matahari.


4 Dan aku melihat bahwa segala jerih payah dan segala kecakapan dalam pekerjaan adalah iri hati seseorang terhadap yang lain. Ini pun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.


5 Orang yang bodoh melipat tangannya dan memakan dagingnya sendiri.


6 Segenggam ketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan usaha menjaring angin.


Pengkhotbah melihat dan menyaksikan betapa dunia itu begitu jahat, jatuh dalam dosa dan penuh dengan kejahatan.


Salah satu hal yang ia soroti ketika dunia itu jatuh dalam dosa adalah permasalahan kemanusiaan, yaitu penindasan.


Pengkhotbah menggambarkan bahwa penindasan itu terjadi di mana-mana, tapi tidak ada jalan keluarnya. Orang-orang yang tertindas terus-menerus menderita dan tidak ada yang menghibur.


Padahal di pihak yang menindas, mereka memiliki kekuasaan untuk menolong mereka yang ditindas, tapi mereka tidak melakukannya.


Pengkhotbah ayat 1-2, menggambarkan kepada kita bahwa dunia ini penuh dengan orang-orang yang mengejar keuntungan, di mana di dalamnya penuh dengan air mata, ketidakseimbangan kekuasaan, dan tidak ada yang menghibur, inilah permasalahan kemanusiaan.


Inilah sesuatu yang kita alami dan saksikan sendiri, bukan?


Ketika kita hidup di Indonesia, kita melihat banyak peristiwa ketidakadilan yang membuat kita ikut frustrasi, dan inilah yang digambarkan oleh Pengkhotbah di ayat 2 dan 3:


Pengkhotbah 4:2-3


2 Oleh sebab itu aku menganggap orang-orang mati, yang sudah lama meninggal, lebih bahagia dari pada orang-orang hidup, yang sekarang masih hidup.


3 Tetapi yang lebih bahagia dari pada kedua-duanya itu kuanggap orang yang belum ada, yang belum melihat perbuatan jahat, yang terjadi di bawah matahari.


Ekspresi ini bukan berarti bahwa Pengkhotbah itu sedang mendiskreditkan Tuhan.


Seolah-olah Tuhan itu sudah berkarya dan memberikan kesempatan bagi manusia untuk hidup tapi tidak dihargai, bukan demikian.


Ayat 2 dan 3 ini menggambarkan sebuah seruan keluh kesah ketika Pengkhotbah melihat bahwa begitu banyak kejahatan yang terjadi dan sebaiknya manusia itu tidak perlu melihat kejahatan itu.


Pengkhotbah 4:4


4 Dan aku melihat bahwa segala jerih payah dan segala kecakapan dalam pekerjaan adalah iri hati seseorang terhadap yang lain. Ini pun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.


Perhatikan di sini, rasa iri hatilah yang mendorong seseorang untuk kemudian bisa memiliki tindakan penindasan.


Rasa iri hati membuat orang untuk berkompetisi, memperoleh keuntungan dalam hidupnya, dan rasa itu muncul ketika manusia merasa ingin lebih daripada orang lain, karena mereka melihat orang lain itu lebih daripadanya sehingga mereka ingin untuk menjadi seperti itu.


Orang-orang yang iri hati dengan segala cara apapun akan berjuang untuk mencapai hal-hal yang lebih daripada orang lain itu.


Beberapa penafsir itu menggambarkannya seperti ketika menaiki sebuah anak tangga menuju kesuksesan, untuk kita bisa menaiki anak tangga yang lebih tinggi.


Maka kita perlu menginjak kepala seseorang yang di bawah supaya bisa menanjak dan kemudian bisa melangkah lebih tinggi.


Di sinilah menjelaskan kepada kita bagaimana penindasan itu bisa terjadi, karena manusia sibuk untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri.


Ingin berada di posisi yang lebih baik, yang lebih tinggi, daripada orang lain tanpa menghiraukan keadaan manusia lainnya.


Dalam hal ini, pengkhotbah sekali lagi mengatakan kepada kita, ini pun adalah sia-sia dan usaha menjaring angin.


Pengkhotbah 4:5-6


5 Orang yang bodoh melipat tangannya dan memakan dagingnya sendiri.


6 Segenggam ketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan usaha menjaring angin.


Kemudian di ayat 5 dan 6 menggambarkan tentang kontribusi manusia terhadap ketidakadilan.


Di sini ada dua keadaan yang Pengkhotbah gambarkan dengan simbol tangan, yaitu:


1. Berpangku tangan (Ayat ke-5)


Pengkhotbah itu menjelaskan bahwa orang yang bodoh itu adalah seperti orang yang berpangku tangan atau tangan yang dilipat, artinya tangannya itu tidak digunakan sama sekali untuk bekerja.


Ini menandakan bahwa orang itu adalah orang yang malas, yang enggan untuk bekerja, enggan untuk berjerih payah, dan tangannya tidak digunakan untuk apapun dalam hidupnya.


Dikarenakan orang itu tidak memperoleh apa-apa dan terfokus hanya untuk memberikan sesuatu bagi dirinya sendiri, maka Pengkhotbah menjelaskan bahwa akibat dari kemalasan ini seperti memakan dagingnya sendiri.


Sebab orang yang malas pada akhirnya hanya akan menghancurkan dirinya sendiri.


Kemalasan itu menjadi salah satu andil, sebagai pihak yang tidak menghibur mereka yang tertindas, karena mereka tidak memiliki apa-apa untuk bisa menolong mereka yang tertindas.


2. Ada 2 ganggam jerih payah (Ayat ke-6)


Pengkhotbah membawa kita pada ekstrem yang satunya yaitu dengan mengatakan ada dua genggam jerih payah.


Dua genggam jerih payah ini artinya ada dua tangan yang digunakan sungguh-sungguh bekerja keras, berjerih payah, berupaya untuk menghasilkan uang sedemikian rupa, menimbun kekayaan sedemikian rupa.


Ini digambarkan dengan keadaan orang yang di awal tadi, dikatakan orang yang iri hati itu terus-menerus berjuang untuk mencapai keuntungan dalam kehidupannya dan tidak mempedulikan keadaan orang lain.


Inilah orang yang digambarkan dengan dua genggam jerih payah itu, tapi Pengkhotbah pun mengatakan bahwa orang yang dengan dua genggam jerih payah itu pun tidak akan pernah puas.


Di ayat 6, Pengkhotbah itu menawarkan sebuah solusi kepada kita, “Lebih baik ada segenggam ketenangan.”


Bukan tangan yang berpangku atau dilipat yang artinya malas-malasan atau tidak bekerja sama sekali.


Bukan pula dengan dua tangan yang bekerja sedemikian rupa, berjerih payah, memperoleh uang tanpa mempedulikan orang lain, tetapi hanya satu tangan yang menggenggam ketenangan.


Ini adalah jalan tengah yang diberikan oleh Pengkhotbah, yaitubekerja secukupnya dengan hati yang puas dan damai.


Jalan tengah yang ditawarkan oleh Pengkhotbah menyatakan kepada kita bahwa,di antara kemalasan dan kesibukan mengejar kesuksesan, itu ada hal yang lebih baik, yaitu kedamaian dan ketenangan, itu semua lebih baik daripada kekayaan dan kesuksesan.


Kita diajak untuk melihat bahwa segenggam itu mungkin tidak banyak, tapi cukup untuk memberikan kita ketenangan.


Melalui perenungan hari ini, Pengkhotbah itu sekali lagi mengingatkan kita bahwa:


1. Tidak ada yang lebih baik daripada bekerja secukupnya dan menikmati pemberian Allah.


Tidak perlu kita menjadi iri hati melihat orang yang lebih daripada kita.


Kemudian kita berupaya untuk bisa menjadi sepertinya, tapi berusaha menghalalkan segala cara, karena itu semua hanya akan berujung kepada kesia-siaan.


2. Biarlah kita selalu mampu untuk menemukan kedamaian dan kecukupan yang Tuhan berikan melalui semua pemberian Allah dengan ungkapan syukur dan dengan puas hati di dalam Allah.


Doakan dan renungkan


* Antara kemalasan atau kesibukan mengejar kesuksesan, ada hal yang lebih baik yaitu kedamaian dan ketenangan melebihi kekayaan dan kesuksesan.


* Itulah yang disampaikan oleh Pengkhotbah, yaitu bekerja secukupnya dengan hati yang puas dan damai.


Secukupnya itu cukup bagiku